Kamis, 29 November 2012

Everyday 'Duduh'


Setelah beberapa tahun ibuku mencari nafkah dengan berdagang, akhirnya ibu berhenti juga dari pekerjaannya dan mengadu nasib ke kota dengan menjadi buruh. Yup! Buruh teman...sebenarnya jualan emakku maju pesat, tidak hanya menjual jajan tapi juga rujak manis. Dan rujak manis inilah yang membuat laris manis, masih jelas dalam ingatanku kalau kios toko kami lumayan bertambah besar. Dan baru ku ketahui saat ini kalau ibuku memutuskan untuk menutup warungnya dan bekerja sebagai buruh karena ada tetangga yang menyainginya dan berbuat tidak baik terhadap dagangannya sehingga jualan ibu menjadi sepi.
Awalnya ibuku bekerja di Jakarta sebagai buruh anak tetanggaku. Alhasil kami cuma tinggal bertiga dirumah, diusiaku yang masih kecil aku harus mengurus adikku termasuk mencucikan bajunya, mendandaninya sebelum berangkat sekolah. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika harus mencucikan ompolnya. Ya, walaupun sudah TK tapi adikku masih suka mengompol. Walaupun kadang sebel dengan tingkahnya yang masih ngompol tapi aku tanpa terpaksa tetap mencuci ompol dan baju-bajunya, yah aku sangat menyayanginya. Secara tiba-tiba dalam diriku tumbuh rasa ‘”responsibility” untuk menjaga adikku dan membantu semua keperluannya. Ya, aku seakan menjadi ibu dan kakak untuknya, walaupun kami sering bertengkar tapi saya selalu berusaha berbuat terbaik untuknya dan melindunginya. I love you sist...Sementara bapakku sibuk dalam urusan dapur dan memasakkan untuk kami semua. Ah..bapak I love you too.. J
Dan bapak menjadi ‘ibu’ rumah tangga dikeluarga kami, karena usianya sudah renta maka pekerjaannya hanya memasak di dapur. Setelah bekerja di Jakarta, yang pulangnya tidak menentu, ibu memutuskan untuk bekerja ke kota yang dekat dengan kami. Ibu bekerja di kota Malang dan lagi-lagi masih sebagai “buruh”, kalau sekarang sih istilahnya sebagai asisten rumah tangga. Karena ibu tidak juga tidak menentu mengirimi kami uang, maka kami yang dirumahpun meng’irit’ atau berhemat, tepatnya bukan meng’irit ‘ tetapi memang tidak ada sehingga yang kami buat makan sehari-haripun ‘seadanya’. Tahukah kau kawan-kawan, apa makanan pokok kami selain nasi? dan bagiku ini adalah lauk ‘terlezat’ yang pernah kurasakan dalam hidupku. This is it ‘duduh’ tanpa sayur, just ‘DUDUH’ kawan...D-U-DU-Hรจ’DUDUH’, yup! tiap hari kami hanya makan nasi sama ‘duduh’. ‘Duduh’ itu kalau dalam bahasa Indonesia adalah kuah santan yang telah di beri bumbu, hanya kuah santan tanpa ada sayur didalamnya. Hal ini di karenakan tidak ada uang untuk membeli sayur atau lauk untuk dimasukkan dalam ‘duduh’ itu. Walaupun tidak ada isi sayur didalamnya, kami bertiga begitu menikmatinya ketika menyantapnya, that’s why I called it’s delicious food ever. Setiap tetangga atau saudaraku yang menanyakan kepadaku, “Bapakmu masak apa Tara?” saya dengan lantang dan pede menjawab ‘DUDUH!’, dan seperti biasa tetanggaku bakal nyeletuk “bendino kok duduh”(tiap hari kok masak duduh). Yah, memang seperti itu kenyataannya dan tak ada rasa malu atau apapun dibenakku, malah merasa ‘bangga’ karena tidak ada yang menyamai. Mana ada orang yang hanya memasak santan..ahh.. bapak memang hebat, he’s pioneer of ‘duduh’. ‘Duduh’yang telah menghidupi kami dan membuat kami menjadi orang-orang yang tegar seperti saat ini. Hidup ‘Duduh’!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar